Kendala dalam pemasaran produk
pertanian Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda.
Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran
kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke
tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani
menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian, khususnya bagi
petani berskala kecil.
Masalah utama yang dihadapi
pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain:
1. Kesinambungan produksi
Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian
berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu:
a) Pertama, volume
produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale
farming). Pada umumnya petani melakukan kegiatan usaha tani dengan luas lahan
yang sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan
masih sederhana dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum
optimal;
b) Kedua, produksi
bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. Kondisi
tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan melimpah
sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada saat
tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi,
sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar
untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut
tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain;
c) Ketiga, lokasi
usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan
produksi. Hal ini disebabkan karena letak lokasi usaha tani antara satu petani
dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk mencari lokasi
penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman
yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul dalam hal
pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan memperbesar
biaya pemasaran;
d) Keempat, sifat produk
pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini
menyebabkan ada pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk
pertanian, karena secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri
(agroindustri).
2. Kurang memadainya pasar
Kurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga
dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu:
sesuai dengan harga yang berlaku; tawar-menawar; dan borongan. Pemasaran sesuai
dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang
mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat
kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka
transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena
keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang
perantara. Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang
muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang
diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak berkesempatan untuk
menjualnya kepada pedagang lain.
3. Panjangnya saluran
pemasaran Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang
dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan
sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang
diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang
pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang
harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.
4. Rendahnya kemampuan
tawar-menawar Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih
terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan
produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan
keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak
pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan:
a) Pertama, sikap
mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang
perantara. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan petani yang tinggi pada
pedagang perantara, sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah;
b) Kedua, fasilitas
perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur
pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap
risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak
mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman petani
tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat kepercayaan petani
yang masih rendah.
5. Berfluktuasinya harga
Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari
perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat
terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan per hari atau
dapat pula terjadi dalam jangka panjang. Untuk komoditas pertanian yang cepat
rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permintaan pasar
kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku berubah dengan
cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada pagi,
siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya
pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan
petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang
sulit dalam memperkirakan permintaan.
6. Kurang tersedianya
informasi pasar Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang
diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan
keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar yang tepat dapat mengurangi
resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang
rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen.
Keterbatasan informasi pasar terkait dengan letak lokasi usaha tani yang
terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang
dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan pendidikan formal masyarakat
khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau
menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan
usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Begitu pula
pedagang tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik, terutama kondisi makro.
7. Kurang jelasnya jaringan
pemasaran Produsen dan/atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan
pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam
jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. Di
samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan yang berlaku dalam sistem
tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang dihasilkan mengalami hambatan dalam
hal perluasan jaringan pemasaran. Pada umumnya suatu jaringan pemasaran yang
ada antara produsen dan pedagang memiliki suatu kesepakatan yang membentuk
suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut merupakan suatu rahasia tidak
tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak lain.
8. Rendahnya kualitas
produksi Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang
dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan
mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik.
Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pasca panen,
seperti melalui standarisasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar
proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading dapat menghilangkan
keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga, mengurangi praktek
kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli. Dengan demikian kedua
kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan, di samping itu juga
mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan. Namun demikian kedua kegiatan
tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian yang cepat rusak.
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu produk dapat
berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak karena
pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produk yang sebelumnya
telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan permintaan dapat
berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga yang lebih murah.
9. Rendahnya kualitas
sumberdaya manusia Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya
mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas
sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang
memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen
dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik. Di samping itu, pembinaan petani
selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada
praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran
tetap saja kuarang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan
perlu dibangun dalam sistem agribisnis (Almasdi Syahza, 2002a).
Kondisi yang hampir sama juga
terjadi di perkotaan, yaitu kemampuan para pedagang perantara juga masih
terbatas. Hal ini dapat diamati dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra
dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran,
hotel) masih langka. Padahal pasar modern merupakan peluang produk pertanian
yang sangat bagus karena memberikan nilai tambah yang tinggi. Paradigma baru pemasaran
produk pertanian Untuk mengatasi masalah pemasaran produk pertanian yang
dialami oleh petani, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi
masalah tersebut.
Salah satu alternatif
pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.
Untuk mengembangkan usaha agribisnis skala kecil perlu dibentuk koperasi. Tanpa
koperasi tidak mungkin agribisnis kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang
akan berhubungan dengan pengusaha besar (Bungaran Saragih, 2001b). Melalui
koperasi masalah yang dihadapi oleh petani dapat teratasi. Paradigma baru
pemasaran produk pertanian yang berbasis agribisnis dapat dilihat pada gambar
peraga yang disajikan (Gambar 1).
Koperasi merupakan badan usaha
di pedesaan dan pelaksana penuh subsistem agribisnis. Dari sisi lain koperasi
juga merupakan pedagang perantara dari produk pertanian yang dihasilkan oleh
anggotanya. Koperasi berfungsi sebagai lembaga pemasaran dari produk pertanian.
Dalam koperasi dilakukan pengolahan hasil (sortiran, pengolahan, pengepakan,
pemberian label, dan penyimpanan) sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar.
Koperasi juga berperan sebagai
media informasi pasar, apakah menyangkut dengan peluang pasar, perkembangan
harga, dan daya beli pasar. Melalui informasi pasar koperasi harus dapat
menciptakan peluang pasar produk-produk pertanian, sehingga petani tidak ragu
untuk melakukan kegiatan usaha tani mereka karena ada jaminan dari koperasi
bahwa produk mereka akan ditampung.
Kegiatan ini akan merangsang
partisipasi anggota terhadap koperasi, yang pada hakikatnya terjadi
kesinambungan usaha koperasi. Investasi yang dilakukan oleh koperasi berupa
transportasi, mesin pengolah produk pertanian (agroindustri) di pedesaan, mesin
dan alat pertanian harus berupa penanaman modal atas nama anggota. Artinya
setiap anggota mempunyai saham kepemilikan aset koperasi. Dengan demikian
konsep agroestat di pedesaan dapat berkembang (Almasdi Syahza, 2002b).